Pembeli :
Pak, semangka tanpa biji sekilo berapa?
Pedagang :
Rp 4.000,00, Bu.
Pembeli :
Mahal amat?
Pedagang :
Ini termasuk murah, Bu.
Pembeli :
Murah?
Pedagang : Iya. Semangka tanpa biji kualitas
nomor satu. Dijamin manis dan segar. Lihat
saja contohnya yang sudah dibelah tuh. Warnanya merah.
Setelah
tawar-menawar, akhirnya pedagang itu merelakan melepas semangka jualannya
dengan harga Rp 3.500,00. setelah memilih satu semangka berukuian besar, si
pedagang itu menimbang dan menyerahkan kepada si pembeli. Setelah menyerahkan
sejumlah uang, si pembeli pun pergi dengan sepeda motornya.
Di tengah perjalanan, si ibu pembeli
semangka ini rupanya sempat melamun. Dia tidak melihat lubang yang cukup besar
di jalan yang dilaluinya dan diapun melewati lubang itu. Tak ayal dia terkejut.
Sepeda motor yang dikendarainya oleng dan semangka yang dibawanyapun jatuh.
Semangka itupun pecah menjadi beberapa bagian.
Melihat
semangka itu pecah, si ibu geram. Bukan karena semangka yang pecah, melainkan
karena semangka yang dia beli ternyata berwarna putih alias masih mentah.
Tanpa
pikir panjang, si ibu kembali ke tempat si pedagang semangka. Tanpa ba-bi-bu,
dia langsung marah-marah.
Pembeli : Pak, sampeyan bohong
ya?
Pedagang : Bohong soal apa, Bu?
Pembeli : Saya tadi beli
semangka yang sampeyan jual.
Pedagang : Lalu?
Pembeli : Katanya semangka tanpa
biji kualitas nomor satu.
Pedagang : Terus?
Pembeli : Katanya dijamin manis
dan segar. Warnanya merah.
Pedagang : Sebentar, Bu. Memangnya ada apa to?
Pembeli : Tadi sebelum saya
sampai rimah saya kecelakaan.
Pedagang : Lantas apa hubungannya dengan
semangka?
Pembeli : Iya. Karena
kecelakaan, semangka yang saya beli jatuh.
Pedagang : Lantas mau ibu apa?
Pembeli : Saya mau minta ganti
karena ternyata sampeyan bohong.
Pedagang : Bohong gimana?
Pembeli : Iya. Semangka itu
jatuh, pecah, dan ternyata warnanya putih.
Pedagang : Begini, Bu. Itu kan wajar.
Pembeli : Wajar?
Pedagang : Manusia jatuh dari sepeda motor saja
pucat, apalagi semangka?
No comments:
Post a Comment